Oleh: Muhammad Reza Ardhana, S.Pd
Assalamualaikum, Sobat SMAIM!
Tak terasa, ya, sudah hari Selasa lagi. Sobat SMAIM kembali ke sekolah, ayah dan bunda pun kembali menjalankan rutinitas bekerja.
Ngomong-ngomong, ada yang suka jalan-jalan? Pernah nggak kalian merasa bahwa perjalanan pulang terasa lebih cepat dibanding saat berangkat, padahal jaraknya sama saja?
Kalau kalian pernah merasakannya, ternyata itu bukan cuma perasaan, lho! Fenomena itu disebut Return Trip Effect.
Otak, Waktu, dan Rute yang Familiar
Secara sederhana, Return Trip Effect adalah kecenderungan seseorang merasakan bahwa perjalanan pulang berlangsung lebih singkat dibanding perjalanan pergi. Menariknya, ini bukan soal waktu yang benar-benar berbeda, tetapi cara otak kita memproses pengalaman perjalanan. Return Trip Effect adalah kondisi psikologis di mana otak bekerja intens saat perjalanan pergi karena harus memproses hal-hal baru yang belum dikenali—misalnya, rute yang asing atau pemandangan yang berbeda. Sebaliknya, saat perjalanan pulang, otak cenderung lebih rileks karena sudah ”akrab” dengan rute yang dilewati, sehingga perjalanan terasa lebih singkat.
Psikolog asal Belanda, Niels van de Ven, pernah meneliti hal ini pada tahun 2011. Ia menjelaskan bahwa efek ini berkaitan dengan teori familiaritas—otak kita merespons pengalaman baru dengan memperlambat persepsi waktu, sementara pengalaman yang sudah dikenal membuat waktu terasa lebih cepat.
Itulah mengapa kita sering merasa waktu berlalu lebih lambat saat pergi ke tempat baru, dibandingkan saat menjalani rutinitas seperti berangkat ke sekolah atau tempat kerja yang sudah akrab. Dalam melakukan rutinitas tersebut, yang biasanya terjadi adalah kita tidak perlu mengeluarkan effort yang terlalu besar karena sudah hafal dengan apa saja yang harus dilakukan dan rute yang dilalui.
Refleksi Waktu dalam Islam
Fenomena Return Trip Effect bukan sekadar keunikan kerja otak, tetapi bisa menjadi pengingat spiritual. Ia mengajarkan bahwa perjalanan hidup seringkali terasa lambat ketika kita sedang belajar, menghadapi hal baru, atau sedang dalam fase yang menantang. Namun begitu kita “pulang”—baik secara fisik maupun batin—segalanya terasa lebih cepat.
Betapa Islam sangat menghargai waktu dapat dilihat dengan Allah SWT bahkan bersumpah demi waktu dalam Al-Qur’an Surah Al-‘Asr, dan mengingatkan bahwa manusia berada dalam kerugian, kecuali mereka yang beriman, beramal saleh, serta saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran.
Selain itu, pepatah Arab mengatakan:
“Al-waqtu kassayf, in lam taqtha’hu qatha’ak” — Waktu itu ibarat pedang.
Jika tidak dimanfaatkan dengan baik, ia akan “menebas” kita dengan penyesalan.
Jadi, yuk manfaatkan waktumu sebaik mungkin!
Mari manfaatkan waktu yang kita miliki dengan penuh kesadaran. Setiap hari adalah perjalanan, dan setiap perjalanan adalah peluang untuk tumbuh, bersyukur, dan memberi makna. Jangan biarkan waktu berlalu begitu saja tanpa makna. Baik saat belajar, bekerja, atau bersantai—jadikan setiap momen sebagai peluang untuk tumbuh dan mendekatkan diri kepada Allah.