Oleh : Ririn Indah Romadloni, S.Pd., M.M
Santri adalah penjaga warisan ulama, penerus risalah dakwah, dan harapan umat. Di pondok pesantren, mereka ditempa bukan hanya dengan ilmu agama, tetapi juga dengan adab, kedisiplinan, dan kebiasaan ibadah yang tertata. Namun, tak sedikit dari mereka yang goyah saat melangkah ke dunia kuliah.
Lingkungan yang bebas, teman-teman yang berasal dari berbagai latar belakang, serta lemahnya kontrol diri membuat sebagian santri justru kehilangan arah. Dzikir yang dulu rutin, mulai ditinggalkan. Shalat berjamaah yang dulu menjadi kebutuhan, kini menjadi beban. Bahkan, ada yang perlahan-lahan melepas identitas kesantriannya karena takut dianggap “kurang kekinian”.
Seharusnya, justru saat terjun ke dunia luar, nilai-nilai pesantren harusnya menjadi bekal, bukan ditinggalkan. Ilmu yang didapat di pesantren bukan hanya untuk dikenang, tapi untuk diamalkan dan disebarkan.
Lalu, mengapa Ini Bisa Terjadi?
Hal ini karena kurangnya persiapan mental dan spiritual sebelum masuk kampus. Kurangnya pendampingan dan komunikasi dengab orang tua. Kemudian diperparah dengan tidak memiliki komunitas Islami yang mendukung, sehingga banyak terlena dengan kebebasan baru. Rasa takut dianggap berbeda dari yang lain atau terlalu ‘eksklusif’ juga sering kali menjadi penyebab hilangnya arah saat di bangku kuliah.
Bagaimana langkah preventif agar terjaga dalam pergaulan remaja dan teguh berpegang pada Agama?
Yang pertama, perkuat niat awal tujuan menuntut ilmu.
Ingatlah, niat bahwa kuliah bukan sekadar mengejar gelar, tapi memperluas manfaat dan mengokohkan peran sebagai khalifah di bumi.
Ke dua, cari lingkungan yang mendukung. Bergabunglah dengan komunitas dakwah kampus, atau halaqah kajian Islam. Di sanalah ruh pesantren bisa terus dijaga.
Ke tiga, Jaga amalan harian yang telah dibiasakan di pesantren ; Seperti shalat berjamaah, membaca Al-Qur’an, dzikir pagi-petang, dan shalat sunnah. Sekecil apa pun, jangan sampai putus.
Ke empat, Tetap jaga adab dan akhlak. Santri dikenal bukan hanya karena kopiah nya, tapi karena akhlaknya yang mulia. Jangan biarkan perubahan lingkungan mengubah kepribadian Islami kita.
Ke lima, Ingat bahwa menjadi berbeda bukan berarti salah. Justru di tengah zaman yang penuh fitnah ini, istiqamah adalah sebuah kemenangan besar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Islam datang dalam keadaan asing, dan akan kembali asing seperti semula. Maka beruntunglah orang-orang yang dianggap asing (ghuraba).” (HR. Muslim)
Ke enam, Bangun relasi dakwah, bukan hanya relasi sosial. Jadikan kampus sebagai ladang dakwah. Tampilkan karakter santri yang ramah, bijak, dan berilmu agar orang lain tertarik pada Islam.
Menjadi santri bukan hanya identitas, tapi amanah. Jangan malu untuk berbeda, jangan lelah untuk istiqamah. Dunia kampus bukan akhir dari perjuangan, melainkan awal dari medan dakwah yang lebih luas.
Semoga Allah menjaga langkah para santri yang terus berjuang di tengah badai fitnah zaman. Aamiin.