
Oleh : Zaid Muhammad Saabiq Al-Khair
Belajar bukanlah sekadar rutinitas, melainkan perjalanan mencari makna. Seperti hal nya yang pernah disampaikan oleh Timothy Ronald, โKamu gak harus jenius untuk bisa sukses, tapi kamu harus disiplin dan konsisten dalam hal kecil.โ Pesan ini mengajarkan bahwa kekuatan terbesar bukan pada bakat, akan tetapi terletak pada kemampuan menjaga semangat di tengah kelelahan. Santri sejati bukan yang hanya tekun saat semangat, tapi yang tetap bertahan ketika rasa malas mulai berbisik lembut agar berhenti. Sebab di setiap lembar kitab dan pelajaran, terdapat cahaya yang sedang menunggu untuk ditemukan.
Rasa malas adalah musuh halus yang sering menyamar menjadi rasa ingin โ๐ช๐ด๐ต๐ช๐ณ๐ข๐ฉ๐ข๐ต ๐ด๐ฆ๐ฃ๐ฆ๐ฏ๐ต๐ข๐ณ.โ Padahal, dari situlah awal kemunduran dimulai. Seperti perkataan Imam Asyย Syafi’i “๐ช๐ญ๐ฎ๐ถ ๐ต๐ช๐ฅ๐ข๐ฌ ๐ข๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฅ๐ช๐ฃ๐ฆ๐ณ๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ ๐ฌ๐ฆ๐ฑ๐ข๐ฅ๐ข ๐ฐ๐ณ๐ข๐ฏ๐จ ๐บ๐ข๐ฏ๐จ ๐ฎ๐ฆ๐ณ๐ข๐ด๐ข ๐ค๐ถ๐ฌ๐ถ๐ฑ ๐ข๐ต๐ข๐ด ๐ฅ๐ช๐ณ๐ช๐ฏ๐บ๐ข” Artinya, kemalasan adalah tanda bahwa seseorang mulai merasa cukup, berhenti menuntut ilmu, dan lupa bahwa dunia terus berputar. Dalam tradisi para ulama, belajar adalah jihad intelektual โ perjuangan tanpa darah, tapi penuh keringat dan tekad. Maka, melawan malas bukan hanya soal produktivitas, tapi bentuk menjaga kehormatan diri sebagai pencari ilmu.
Belajar bukan hanya soal pintar atau tidak, akan tetapi soal disiplin dan konsistensi. Musuh terbesar bukanlah kesulitan materi, tapi rasa malas yang diam-diam mencuri waktu. Sang bapak ilmu pengetahuan barat Aristoteles pernah berkata, โKita adalah apa yang kita lakukan berulang kali. Keunggulan bukanlah tindakan, melainkan kebiasaanโ Maka setiap kali seorang santri memilih untuk tetap membuka buku meski lelah, di situlah karakter unggul sedang ditempa. Jangan menunggu motivasi datangโbangun motivasimu lewat disiplin dan doa. Sebab ilmu bukan untuk mereka yang menunggu, tapi untuk mereka yang berjuang tanpa henti, tanpa kenal lelah.


